Adalah Elang Gumilang (25) , wirausaha muda yang berada di balik
pembangunan perumahan amat sederhana bertipe 22/60,mungil tapi
fungsional tempat untuk pulang dan bernaung bagi mereka yang bisa
terbilang miskin.Tangan dinginya menelurkan apa yang selama ini sangat
jarang dilakukan pengembang kawakan – bermodal besar atau kecil – untuk
membuat perumahan khusus orang miskin.
Selama ini bisnis properti sepertinya hanya untuk ditujukan bagi kaum
berpunya , demikian Elang berpikir. Mereka yang papa dan membutuhkan
tempar
bernaung justru hanya punya mimpi untuk memiliki rumah sendiri.
“Ada 75 juta penduduk negeri ini yang membutuhkan rumah. Ini peluang
bisnis , tapi kita sekalian ibadah membantu orang juga, ” katanya.
TARGET 2000 RUMAH
Berayahkan seorang kontraktor , buat elang bukan hal mustahil mencoba
segala jenis usaha. Ditambah sejumlah pertimbangan mendalam, awal
2005-tatkala ia masih menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor (IPB) – ia mulai membeli sepetak tanah dan
membangun rumah pertamanya. Modal diperoleh dari patungan bersama
teman-temannya semasa SMA maupun kuliah. Rumah sederhana berukuran 22
meter persegi dengan luas tanah 60 meter persegi ini langsung pindah
tangan ketika selesai dibangun. Terbukti, orang haus akan rumah murah
seharga 23-37 juta rupiah itu.
Saat itu, jumlah pekerja Elang baru sekitar tujuh orang untuk mengurusi
administrasi hingga pemasaran. Namun lambat laun , bisnisnya ini
berakar, menggeliat, dan bertumbuh. Dari satu unit , bertambah menjadi
tiga unit . Bertambah terus , sampai sudah sekitar lebih dari 200-an
rumah dibangunnya. Target yang direncanakannya tak tanggung-tanggung.
Perusahaan Semesta Guna Grup miliknya, ingin membangun 2.000 unit rumah
sederhana. Dalam waktu setahun , investasi yang ditanamkan naik
berlipat. Nilai jual objek pajak (NJOP) tanah yang tadinya hanya Rp 50
ribu misalnya, melejit hingga lima kali lipat dalam dua semester.
Omzet per tahunnya pasti bikin pengusaha mana pun berdecak kagum –
mengingat awal mula sepak terjangnya – karena tak kurang dari Rp 20
miliar per tahun dapat ia bukukan.Belum lagi dari kontrak pre periodik
terbarunya menambah Rp 80 miliar hingga Rp 100 miliar ke bisnisnya.
Elang Gumilang, mahasiswa sederhana dari IPB – kampusnya petani- anak H.
Enceh dan Hj.Priani, kini mempekerjakan ratusan karyawan pada setiap
proyeknya. Sekitar 30 tenaga administrasi dan 100 pekerja di setiap
proyek siap membantunya. Elang-lajang kelahiran Bogor , 6 April 1985
telah mengepakkan sayap bisnis sejauh yang ia bisa, dan terbang setinggi
yang dapat ia capai.
‘Otot dan Otak Bisnis
Elang terlahir dari keluarga yang lumayan berada, namun bergaya hidup
bersahaja. Pendidikan moral dari orangtuanya tertanam baik.
Ajaran itu terus berurat akar dalam dirinya. Sebagai pelajar sekolah, ia
termasuk siswa gemilang. Jiwa wirausaha Elang mulai terasah saat ia
duduk di bangku kelas 3 SMU. Ia mempunyai target setelah lulus SMA harus
mendapatkan uang Rp 10 juta untuk modal kuliah. Tanpa sepengetahuan
orangtua, ia berjualan donat keliling ke sekolah-sekolah dasar di Bogor.
Namun, akhirnya orangtuanya tahu juga. Elang disuruh berhenti berjualan
karena UAN (Ujian Akhir Nasional) telah menjelang.
Dilarang berjualan donat , pemenang lomba bahasa sunda tahun 2000 se
Bogor ini tertangtang mencari uang dengan cara lain. Pada 2003 , ketika
fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB mengadakan lomba Java Economic
Competition se Jawa, Elang mengikutinya dan berhasil memenanginya .
Begitu pula saat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyelenggarakan
kompetisi Ekonomi, Elang sukses menjadi juara ketiga. Hadiah uang yang
diperolehnya, ia kumpulkan untuk modal kuliah.
Setelah lulus SMU , Elang melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi IPB
tanpa tes. Saat itulah, bermodalkan uang sejuta rupiah, ia kembali
berniat untuk memiliki sebuah usaha.
Awalnya, uang itu ia belanjakan sepatu, yang lantas dijual di Asrama
Mahasiswa IPB. Hanya perlu waktu sebulan , ia sudah bisa mengantongi
uang Rp 3 jutaan. Sayang, setelah berjalan beberapa tahun, supplier yang
digunakannya menurunkan kualitas sepatu. Bisnis sepatu pun sirna. Ia
melihat, lampu-lampu redup di kampus IPB sebagai peluang bisnis
pengadaan lampu. Elang mencoba menerapkan strategi bisnis tanpa modal.
Ia mengisahkan hikayat seorang pemuda miskin di Amerika Latin. Setiap
hari si pemuda melambaikan tangan pada seorang pengusaha tembakau kaya
raya dari Amerika yang sedang bertandang. Pada awalnya, lambaian tangan
itu tidak dipedulikan. Namun, karena selalu berulang, pengusaha tembakau
itu penasaran dan menanyakan maksud sang pemuda. Jawab si miskin adalah
” Saya punya tembakau berkualitas bagus . Bapak tidak usah membayar
dulu, yang penting saya dapat PO dulu dari Bapak”. Setelah mendengar
jawaban tersebut ,si pengusaha kaya lalu mebuatkan tanda tangan dan
stempel kepada pemuda tersebut. Dengan modal itu, sang pemuda
mengumpulkan hasil tembakau di kampungnya untuk dijual ke Amerika lewat
si pengusaha kaya raya itu. Maka , jadilah pemuda itu orang kaya raya
tanpa modal.
Strategi inilah yang ditiru Elang. Bermodal surat dari kampus, ia melobi
perusahaan lampi Philips pusat untuk menyetok lampu di kampusnya.
“Alhamdulillah proposal saya gol, dan setiap penjualan saya mendapat
keuntungan Rp 15 juta,” Ucapnya bangga. Namun, karena bisnis lampu ini
musiman dan perputaran uangnya lambat, terpikir oleh Elang untuk mencari
bisnis yang lain. Setelah melihat celah di bisnis minyak goreng, Elang
menekuni jualan minyak goreng ke warung-warung . Tapi karena bisnis
minyak ini 80 % menggunakan otot, sehingga mengganggu kuliah, ia
memutuskan untuk berhenti berjualan.
Menyimak perjalanannya, Elang mengaku bahwa bisnis demi bisnis yang
dilakukannya lebih banyak menggunakan otot dari pada otak. Ia lalu
berkonsultasi ke beberapa pengusaha dan dosennya untuk memperoleh
wawasan lain. Enlightment lalu ditemukannya. Bisnis tidak harus selalu
memakai otot, dan banyak peluang bisnis yang tidak menggunakan otot.
Setelah mendapat berbagai masukan, ia merintis bisnis Lembaga Bahasa
Inggris di kampusnya. Karena lembaga kursus itu ditangani secara
profesional dengan tenaga pengajar dari lulusan luar negeri, pihak
Fakultas Ekonomi mempercayakan lembaganya itu menjadi mitra. Karena
dalam bisnis ini ia tidak terlibat langsung, ia manfaatkan waktu
luangnya untuk bekerja sebagai marketer perumahan.
UNTUK ORANG LAIN
Sebenarnya , tanpa beralih ke bisnis properti, untuk dirinya sendiri,
Elang tidak bisa dibilang kurang mapan. Pemuda antirokok ini sudah
mempunyai rumah dan mobil sendiri. Namun dibalik keberhasilannya itu,
Elang merasa ada sesuatu yang kurang . “Kenapa kondisi saya begini,
padahal saya di IPB hanya tinggal satu setengah tahun lagi. Semuanya
saya sudah punya, apalagi yang saya cari di dunia ini ?” ia berdialog
dengan nuraninya.
Ilham dari atas diperolehnya. Bisnis propertilah yang ditunjukkan Tuhan
kepadanya. Namun,bisnis properti yang ditujukan untuk orang miskin lebih
karena hatinya ikut tersentuh.”Banyak orang di Indonesia terutama yang
tinggal di kota belum punya rumah, padahal mereka sudah berumur 60
tahun. Biasanya kendala mereka karena DP yang kemahalan, cicilan yang
kemahalan, jadi sampai sekarang mereka belum berani untuk memiliki
rumah.”unkapnya pada sebuah kesempatan.
Karena modalnya pas-pasan, untuk media promosinya sendiri Elang hanya
mengiklankan di koran lokal . Karena harganya yang relatif murah , pada
tahap awal pembangunan langsung terjual habis. Meski harganya murah,
tapi fasilitas pendukung di dalamnya sangat komplet, seperti klinik 24
jam,angkot 24 jam,rumah ibadah,sekolah,lapangan olahraga, dan juga dekat
dengan pasar. Karena rumah itu diperuntukkan bagi kalangan ekonomi
bawah, kebanyakan profesi konsumennya adalah buruh pabrik, staff tata
usaha (TU) IPB, bahkan ada juga para pemulung.
Sukses yang sudah ditangan tidak membuat Elang lupa diri. Justru, ia
semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Salah satu wujud rasa syukur atas
nikmatnya itu, dalam setiap proyek ia selalu menyisihkan 10 persen
untuk kegiatan amal.”Uang yang 10 persen itu saya masukkan BMT (Baitul
Mal Wa Tanwil/tabungan) pribadi, dan saya alokasikan untuk membantu
orang-orang miskin dan orang-orang yang kurang modal,”Bebernya. Bagi
Elang, materi yang saat ini ia miliki mengandung hak orang miskin yang
wajib dibagi. Selain menyisihkan 10 persen dari hasil proyeknya, Elang
juga memberikan sedekah mingguan, bulanan, dan bahkan tahunan kepada
fakir miskin. Pendirianya;sedekah tidak perlu banyak tapi yang paling
penting adalah kontinuitas dari sedekah tersebut.
Masih banyak sebenarnya yang ingin Elang lakukan . Diantaranya, ia
bercita-cita ingin mendirikan perusahaan yang dapat mempekerjakan 100
ribu orang. Elang Gumilang, masih akan terus mengepakkan sayapnya.*****
Tulisan inspiratif ini diambil dari buku “Wirausaha Muda MANDIRI” ketika anak sekolah berbisnis oleh Prof Rhenald Kasali,Ph.D.
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar