Satu lagi anak muda Surabaya menorehkan prestasi besar. Dia adalah
Hendy Setiono, presiden direktur Kebab Turki Baba Rafi. Prestasinya
tidak hanya diakui di dalam negeri, tapi juga di mancanegara. Mengapa?
Wajah dan penampilannya masih layaknya anak muda. Siang itu, dia
berkemeja batik cokelat dipadu celana hitam. Cukup sederhana. Tak
tecermin tampang seorang bos dari perusahaan beromzet lebih dari Rp 1
miliar per bulan.
Itulah penampilan sehari-hari Hendy Setiono, Presdir Kebab Turki Baba
Rafi Surabaya. Oleh majalah Tempo edisi akhir 2006, dia dinobatkan
sebagai salah seorang di antara sepuluh tokoh pilihan yang dinilai
mengubah Indonesia. Tentu, sebuah pengakuan yang membanggakan bagi
Hendy. Apalagi, bisnis yang dia geluti tergolong bisnis yang tak akrab
di telinga. Usianya pun masih 23 tahun! Wow, masih sangat muda untuk
seorang bos yang memiliki 100 outlet di 16 kota di Indonesia.
Dengan ramah, pria kelahiran Surabaya, 30 Maret 1983, tersebut
mempersilakan Jawa Pos masuk ke kantornya di Ruko Manyar Garden Regency,
kawasan Nginden Semolo. “Biasanya saya masuk kantor agak siang. Tapi,
karena hari ini ada janji dengan Anda, saya agak meruput datang ke
kantor,” ujar Hendy mengawali perbincangan.
Ketika itu, jarum jam sudah menunjuk pukul 11.00. Bagi Hendy, pukul
11.00 masih terbilang pagi karena biasanya dirinya baru masuk kantor
lebih dari pukul 12.00.
Dia lalu menceritakan awal mula bisnis kebab yang digelutinya tersebut.
Kebab adalah makanan khas Timur Tengah (Timteng) yang dibuat dari daging
sapi panggang, diracik dengan sayuran segar, dan dibumbui mayonaise,
lalu digulung dengan tortila. Sebenarnya, kebab banyak beredar di Qatar
dan negara Timteng lainnya.
Namun, kata Hendy, kebab paling enak adalah dari Istambul, Turki. Karena
itu, dia menggunakan “trade mark” Turki untuk menarik calon pelanggan.
Hendy mengisahkan, pada Mei 2003, dirinya mengunjungi ayahnya yang
bertugas di perusahaan minyak di Qatar. Selama di negeri yang baru
sukses melaksanakan Asian Games itu, dia banyak menemui kedai kebab yang
dijubeli warga setempat. Lantaran penasaran, Hendy yang mengaku hobi
makan itu lantas mencoba makanan yang lezat bila dimakan dalam kondisi
masih panas tersebut. “Ternyata, rasanya sangat enak. Saya tak menduga
rasanya seperti itu,” ungkap sulung dua bersaudara pasangan Ir H Bambang
Sudiono dan Endah Setijowati tersebut.
Tak hanya perutnya kenyang, saat itu di benak Hendy langsung terbersit
pikiran untuk membuka usaha kebab di Indonesia. Alasannya, selain belum
banyak usaha semacam itu, di Indonesia terdapat warga keturunan Timteng
yang menyebar di berbagai kota.
“Orang Indonesia juga banyak yang naik haji atau umrah. Biasanya, mereka
pernah merasakan kebab di Makkah atau Madinah. Nah, mereka bisa
bernostalgia makan kebab cukup di outlet saya,” jelasnya.
“Makanya, selama di Qatar, saya juga memanfaatkan waktu untuk berburu
resep kebab. Saya mencarinya di kedai kebab yang paling ramai
pengunjungnya,” jelas Hendy yang beristri Nilamsari, 23, dan kini sudah
dikaruniai dua anak, Rafi Darmawan, 3, dan Reva Audrey Zahifa, 2,
tersebut.
Begitu tiba kembali di Surabaya, dia langsung menyusun strategi bisnis.
Yang pertama dilakukan adalah mencari partner. Dia tidak ingin usahanya
asal-asalan. Dia kemudian bertemu Hasan Baraja, kawan bisnisnya yang
kebetulan juga senang kuliner. Awalnya, mereka sengaja melakukan trial
and error untuk menjajaki peluang bisnis serta pangsa pasarnya.
“Ternyata, resep kebab dari Qatar yang rasa kapulaga dan cengkehnya
cukup kuat tidak begitu disukai konsumen. Ukurannya pun terlalu besar.
Makanya, kami memodifikasi rasa dan ukuran yang pas supaya lebih
familier dengan orang Indonesia,” katanya.
September 2003, gerobak jualan kebab pertamanya mulai beroperasi.
Tepatnya di salah satu pojok Jalan Nginden Semolo, berdekatan dengan
area kampus dan tempat tinggalnya.
Mengapa gerobak? Hendy mempunyai alasan. “Membuat gerobak lebih murah
daripada membuat kedai permanen. Tidak perlu banyak modal. Gerobak pun
fleksibel, bisa dipindah-pindah,” ujarnya.
Soal nama kedainya Baba Rafi, dia mengaku terinspirasi nama anak
pertamanya, Rafi Darmawan. “Diberi nama Kebab Pak Hendy kok tidak
komersial,” katanya lalu tergelak.
Saat itulah terlintas di benaknya nama si sulung, Rafi. “Kalau
dipikir-pikir, pakai nama Baba Rafi, lucu juga rasanya. Baba kan berarti
bapak, jadi Baba Rafi berarti bapaknya Rafi.”
Mengawali sebuah bisnis memang tidak mudah. Apalagi untuk meraih sukses
seperti sekarang. Suka duka pun dirasakan calon bapak tiga anak itu.
“Misalnya, uang berjualan dibawa lari karyawan. Banyak karyawan yang
keluar masuk. Baru beberapa minggu bekerja sudah minta keluar,”
ungkapnya.
Bahkan, pernah suatu hari, karena tak mempunyai karyawan, Hendy dan
istri berjualan. Hari itu kebetulan hujan. Tak banyak orang membeli
kebab. Makanya, pemasukan pun sedikit. “Uang hasil berjualan hari itu
digunakan membeli makan di warung seafood saja tak cukup. Wah, itu
pengalaman pahit yang selalu kami kenang,” ujarnya.
Tak ingin setengah-setengah dalam menjalankan bisnis, lulusan SMA Negeri
5 Surabaya tersebut akhirnya memutuskan berhenti dari bangku kuliah
pada tahun kedua. “Saya OD alias out duluan. Tapi, saya tidak menyesal
meninggalkan bangku kuliah untuk membangun usaha,” tegas Hendy yang
pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Teknik Informatika ITS tersebut.
Keputusan dia untuk meninggalkan bangku kuliah guna menekuni bisnis
kebab tersebut sempat ditentang orang tuanya. Mereka ingin Hendy menjadi
orang kantoran seperti ayahnya. Karena itu, ketika dia meminta bantuan
modal, orang tuanya menganggap bisnis yang akan dilakoni tersebut adalah
proyek iseng. “Mereka pikir saya tidak serius pada bisnis itu. Dalam
hati, saya ingin membuktikan kepada bapak dan ibu bahwa kelak saya pasti
berhasil,” jelasnya.
Yang luar biasa, kesuksesan bisnis Hendy tak perlu waktu lama. Hanya
dalam 3-4 tahun, dia berhasil mengembangkan sayap di mana-mana. Bahkan,
hingga pengujung 2006, pengusaha muda tersebut mencatat telah memiliki
100 outlet Kebab Turki Baba Rafi yang tersebar di 16 kota di Indonesia.
Tidak hanya di Jawa, tapi juga di Bali, Sumatera, Sulawesi, dan
Kalimantan.
Ke depan, Hendy berencana mengembangkan usahanya itu ke luar negeri. Dua
negara yang diincar adalah Malaysia dan Thailand. “TV BBC London dan
majalah Business Week International pernah meliput usaha saya tersebut.
Setelah itu, ada orang yang menawari saya membuka outlet di Trinidad
& Tobago serta Kamboja,” jelasnya.
Sukses bisnis kebab waralaba Hendy itu juga menghasilkan berbagai award,
baik dari dalam maupun luar negeri. Di antaranya, ISMBEA (Indonesian
Small Medium Business Entrepreneur Award) 2006 yang diberikan menteri
koperasi dan UKM. Hendy juga ditahbiskan sebagai ASIA’s Best
Entrepreneur Under 25 oleh majalah Business Week International 2006.
Untuk meraih award tersebut, dia bersaing dengan 20 kandidat pengusaha
lain dari berbagai negara di Asia.
Pria kalem itu juga mendapatkan penghargaan Citra Pengusaha Berprestasi
Indonesia Abad Ke-21 yang dianugerahkan Profesi Indonesia. Kemudian,
penghargaan Enterprise 50 dari majalah SWA untuk 50 perusahaan yang
berkembang dalam setahun terakhir. Serta, di pengujung 2006, majalah
Tempo menobatkan Hendy menjadi salah seorang di antara sepuluh tokoh
pilihan yang mengubah Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar